-->

SEJARAH DOA QUNUT & BAHAS TUNTAS TATA CARANYA PELAKSANAAN

SEJARAH DOA QUNUT & BAHAS TUNTAS TATA CARANYA PELAKSANAAN

1. Sejarah Doa Qunut.
Perlu anda ketahui terlebih dahulu penyebab / sebab sebab turunnya ayat dari surat ali imron ayat 128 adalah karena terjadi pembantaian habis habisan para hafiz quran. sehingga pada jaman nabi muhammad, nabi melaksanakan qunut hampir setiap hari. dalam sholat 5 waktu nabi melakukan qunut di setiap sholat untuk mendoakan dan meminta azab kepada pelaku pembunuhan. akan tetapi Allah menegurnya dan kemudian Rosul tidak melakukan Qunut lagi. mari kita simak Haditsnya.

0‬: عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ يَقُوْلُ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَقُوْلُ: حِيْنَ يَفْرُغُ مِنْ صَلاَةِ اْلفَخْرِ مِنَ اْلقِرَاءَةِ، وَيُكَبِّرُ، وَ يَرْفَعُ رَاْسَهُ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ، ثُمَّ يَقُوْلُ: وَ هُوَ قَائِمٌ: اَللّهُمَّ أَنْجِ اْلوَلِيْدَ بْنَ اْلوَلِيْدِ وَ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَ عَيَّاشَ بْنَ اَبِى رَبِيْعَةَ وَاْلمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ اْلمُؤْمِنِيْنَ. اَللّهُمَّ اشْدُدْ وَ طْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَ اجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِى يُوْسُفَ. اَللّهُمَّ اْلعَنْ لِحْيَانَ وَ رِعْلاً وَ ذَكْوَانَ وَ عُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ. ثُمَّ بَلَغَنَا اَنَّهُ تَرَكَ ذلِكَ لَمَّا اُنْزِلَ: لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلاَمْرِ شَيْءٌ اَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ اَوْ يُعَذّبَهُمْ فَاِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ. ال عمران 128. مسلم 1:466-467

Dari Abu Hurairah ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW setelah membaca surat pada shalat Shubuh beliau bertakbir (untuk ruku’) lalu mengangkat kepala beliau (dari ruku’) dengan membaca, “Sami’allaahu liman hamidah, rabbanaa wa lakal-hamdu”, kemudian beliau dalam keadaan berdiri berdo’a, ”Ya Allah, selamatkan-lah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyas bin Abu Rabi’ah dan orang-orang dlu’afaa’ dari kaum mu’minin. Ya Allah, keraskanlah siksaan-Mu kepada suku Mudlar dan timpakanlah kepada mereka siksaan seperti (paceklik panjang) tahun-tahun pada zaman Nabi Yusuf. Ya Allah, laknatlah suku Lihyan, Ri’il, Dzakwan dan ‘Ushayyah, mereka itu telah makshiyat kepada Allah dan Rasul-Nya !”. Kemudian sampailah berita kepada kami bahwasanya beliau meninggalkan hal itu setelah diturunkan ayat “Laisa laka minal amri syai-un au yatuuba ‘alaihim au yu’adzdzibahum fainnahum dhaalimuun” (Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima taubat mereka atau mengadzab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dhalim). - Ali Imran ayat 128. [HR Muslim 1

: عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ يَقُوْلُ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَقُوْلُ: حِيْنَ يَفْرُغُ مِنْ صَلاَةِ اْلفَخْرِ مِنَ اْلقِرَاءَةِ، وَيُكَبِّرُ، وَ يَرْفَعُ رَاْسَهُ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ، ثُمَّ يَقُوْلُ: وَ هُوَ قَائِمٌ: اَللّهُمَّ أَنْجِ اْلوَلِيْدَ بْنَ اْلوَلِيْدِ وَ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَ عَيَّاشَ بْنَ اَبِى رَبِيْعَةَ وَاْلمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ اْلمُؤْمِنِيْنَ. اَللّهُمَّ اشْدُدْ وَ طْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَ اجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِى يُوْسُفَ. اَللّهُمَّ اْلعَنْ لِحْيَانَ وَ رِعْلاً وَ ذَكْوَانَ وَ عُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ. ثُمَّ بَلَغَنَا اَنَّهُ تَرَكَ ذلِكَ لَمَّا اُنْزِلَ: لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلاَمْرِ شَيْءٌ اَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ اَوْ يُعَذّبَهُمْ فَاِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ. ال عمران 128. مسلم 1:466-467

Dari Abu Hurairah ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW setelah membaca surat pada shalat Shubuh beliau bertakbir (untuk ruku’) lalu mengangkat kepala beliau (dari ruku’) dengan membaca, “Sami’allaahu liman hamidah, rabbanaa wa lakal-hamdu”, kemudian beliau dalam keadaan berdiri berdo’a, ”Ya Allah, selamatkan-lah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyas bin Abu Rabi’ah dan orang-orang dlu’afaa’ dari kaum mu’minin. Ya Allah, keraskanlah siksaan-Mu kepada suku Mudlar dan timpakanlah kepada mereka siksaan seperti (paceklik panjang) tahun-tahun pada zaman Nabi Yusuf. Ya Allah, laknatlah suku Lihyan, Ri’il, Dzakwan dan ‘Ushayyah, mereka itu telah makshiyat kepada Allah dan Rasul-Nya !”. Kemudian sampailah berita kepada kami bahwasanya beliau meninggalkan hal itu setelah diturunkan ayat “Laisa laka minal amri syai-un au yatuuba ‘alaihim au yu’adzdzibahum fainnahum dhaalimuun” (Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima taubat mereka atau mengadzab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dhalim). - Ali Imran ayat 128. [HR Muslim 1: 466-467]

Asbabun Nuzul Q.S. Ali- Imron Ayat 128.

Perlu diketahui di sini bahwa tentang sebab turunnya ayat 128 surat Ali Imran tersebut ada dua macam riwayat. Riwayat pertama menyatakan bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan doa qunut Nabi SAW sebagaimana riwayat diatas, dan yang kedua menyatakan berkenaan dengan peristiwa perang Uhud sebagaimana riwayat yang telah lalu, wallaahu a’lam bishshawab.
Demikianlah riwayat peristiwa kaum muslimin kena perangkap musuh yang kedua kali.

Peristiwa tersebut di dalam kitab-kitab tarikh Islam biasa disebut dengan Peristiwa Bi’ru (telaga) Ma’unah atau Pasukan Al-Qurraa’, dan peristiwa tersebut terjadi pada bulan Shafar tahun ke-IV Hijrah.

Dan menurut riwayat, bahwa Abu Baraa’ sendiri setelah mendengar peristiwa yang amat menyedihkan itu, dia sangat marah dan berang terhadap perbuatan ‘Amir bin Thufail itu. Dia sebagai seorang ketua suatu kaum merasa amat malu kepada Nabi SAW. Sehubungan dengan hal itu, maka tidak lama setelah Abu Baraa’ mendengar berita yang amat menyedihkan itu lantaran amat malunya kepada Nabi SAW dan juga sangat marahnya terhadap perbuatan ‘Amir bin Thufail tadi yang membikin malu serta menjatuhkan kehormatannya itu, akhirnya ia meninggal dunia.

Kemudian anak Abu Baraa’ yang bernama Rabi’ah, lantaran mengerti bahwa kematian bapaknya akibat dari pengkhianatan ‘Amir bin Thufail, maka diam-diam ia berusaha untuk menuntut balas. Maka pada suatu hari datanglah Rabi’ah anak laki-laki Abu Baraa’ ke rumah ‘Amir bin Thufail dengan membawa tombaknya, lalu dengan tiba-tiba menikam ‘Amir bin Thufail sehingga mati, Wallahua'lam.

QUNUT SHUBUH DALAM PANDANGAN 4 MADZHAB

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin ditanya: Bagaimana empat Imam Madzhab berpikir qunut?
Syekh rahimahullah menjawab:
Pendapat imam madzhab dalam masalah qunut adalah sebagai berikut.

Pertama: Ulama Malikiyyah
Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut kecuali pada shalat shubuh saja. Tidak ada qunut pada shalat witir dan shalat-shalat lainnya.

Kedua: Syeikh Syaikh'iyyah

Mereka berargumen bahwa tidak ada qunut dalam shalat yang mengarungi kecuali pada semifinal bulan Ramadan. Dan tidak ada qunut dalam doa lima waktu selain doa shubuh dalam setiap situasi (baik kondisi umat Islam adalah kemalangan atau tidak, -pen). Qunut juga berlaku selain shubuh jika kaum muslimin terkena musibah (yaitu qunut nazilah).
Ketiga: Ulama Hanafiyyah
Disiapkan qunut pada witir shalat. Tidak diperbolehkan qunut pada sholat lain kecuali pada saat nawaazil kaum Muslimin terpengaruh, tapi qunut nawaazil hanya shubuh shalat saja dan yang membaca qunut adalah imam, lalu diperintahkan oleh jama'ah dan tidak ada qunut jika shalatnya munfarid (sendiri).

Keempat: Hanabilah Ulama (Hambali)

Mereka berpendapat bahwa disyari’atkan qunut dalam witir. Tidak disyariatkan qunut pada shalat lainnya kecuali jika ada musibah yang besar selain musibah penyakit. Pada kondisi ini imam atau yang mewakilinya berqunut pada shalat lima waktu selain shalat Jum’at.
Sementara Imam Ahmad sendiri menganggap, tidak ada proposisi yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah melakukan qunut witir sebelum atau sesudah ruku'.
Inilah pendapat para imam madzhab. Tapi pendapat yang lebih kuat, tidak disyari'atkan qunut saat sholat fardhu kecuali pada saat nawazil (umat Islam terkena musibah). Sedangkan untuk qunut witir tidak ada satu hadis shahih bahkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menunjukkan dia melakukan qunut witir. Tapi di dalam buku Sunan diperlihatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan Al Hasan bin' Ali pembacaan qunut witir yaitu Allahummah diini fiiman hadayt .... Beberapa ilmuwan telah membenarkan hadis ini [1]. Jika seseorang melakukan qunut witir, maka itu bagus. Jika meninggalkannya, itu juga bagus. Hanya Tuhan yang memberikannya. (Ditulis oleh Sheikh Muhammad Ash Sholih Al 'Utsaimin, 7/3/1398) [2]
Sedangkan untuk qunut shubuh lebih khusus lagi, Shaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menjelaskan dalam fatwa yang lain. Dia ditanya: Apakah disyari'atkan do'a qunut witir (Allahummah diini fiiman hadayt ...) baca shalat sholat terakhir shahuh?
Dia rahimahullah menjelaskan: Qunut shubuh dengan doa selain sholat ini (selain shalat Allahummah diini fiiman hadayt ... ), maka ada perselisihan antara ulama. Lebih tepatnya anggapannya adalah bahwa tidak ada qunut dalam salat shubuh kecuali ada alasan yang berkaitan dengan umat Islam pada umumnya. Sama seperti orang-orang Muslim terpengaruh oleh kemalangan - mereka membaca qunut di setiap sholat fardhu. Tujuannya adalah bahwa dengan sholat qunut, Allah melepaskan bencana ini.
Apakah Anda perlu mengangkat tangan Anda dan memastikan bahwa imam membaca qunut shubuh?
Dalam kelanjutan dari kata-kata di atas, Syaikh Ibn 'Utsaimin berkata:
Karena itu, jika pendeta membaca qunut shubuh, maka yang unggulan harus mengikuti imam di qunut. Kemudian harus meniru itu sebagai Imam Ahmad rahimahullah memiliki sebuah kata dalam masalah ini. Hal ini dilakukan untuk mempersatukan umat Islam.
Jika timbul permusuhan dan kebencian dalam perselisihan semacam ini padahal masih ada ruang untuk ijtihad untuk umat Muhammad sallallaahu 'alaihi wa sallam, maka ini seharusnya tidak terjadi. Ini bahkan wajib bagi umat Islam - terutama ilmuwan syar'i - untuk memiliki petisi dalam hal masih ada perselisihan antara satu dengan yang lainnya. [3]
Dalam penjelasan lain, Syaikh Muhammad ibn Sholih Al Utsaimin berkata, Lebih tepat untuk membuat imam (qunut) seorang imam. Makmum mengangkat tangannya ke pendeta karena dia khawatir akan ada perselisihan antara satu dengan yang lain. Imam Ahmad berpendapat bahwa jika seseorang pergi ke belakang imam yang membaca qunut shubuh, maka biarlah dia mengikuti dan mengikuti doanya. Padahal Imam Ahmad berpikir tidak disyari'atkannya qunut shubuh seperti yang sudah diketahui dari pendapatnya. Namun, Imam Ahmad rahimahullah memberikan kelegaan dalam hal ini yaitu dengan panik dan mengangkat tangannya saat imam melakukan qunut shubuh. Hal ini dilakukan karena mengkhawatirkan terjadinya perselisihan yang bisa menyebabkan memburuknya hati (kalangan muslim). [4]
Hanya Tuhan yang memberikannya.
Disusun di Batu Merah, kota Ambon, 5 Syawal 1430 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

[1] Hadis ini dirayakan oleh At Tirmidzi, Abu Daud, Anasa-i, Ibnu Majah, dan Ad Darimiy. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih dalm Misykatul Mashobih 1273 [20].
[2] Majmu 'Fatawa wa Rosa-il Ibnu' Utsaimin, 14 / 97-98, Asy Syamilah
[3] yang sama, 14/78
[4] yang sama, 14/80

Semoga Artikel Kita Ini bermanfaat untuk anda semuanya dan jangan lupa utuk like fane pages kami. 


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "SEJARAH DOA QUNUT & BAHAS TUNTAS TATA CARANYA PELAKSANAAN"

Posting Komentar

Jika Artikel Ini Bermanfaat Silahkan Dibagikan Kepada Teman Teman Agar Pahala Anda Mengalir Sebagai Sedekah .

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel